PROLOGUE
INI mungkin agak mendadak, tapi aku jelas tak suka ‘bu guru’. Bisa bilang bahwa aku tak suka orang yang dipanggil dengan nama itu. Tetapi, aku hanya seorang siswa SMA yang rendah hati, jadi aku tak bisa mengabaikan mereka. Layaknya orang di depanku, Fujiki Maka-sensei.
Dia adalah bu guru yang paling populer di seluruh sekolah dengan nama ‘bunga yang tak bisa diperoleh’. Ekspresi kuno itu. Walau begitu, guru cantik ini berdiri tepat di hadapanku dengan ekspresi serius—
“Saigi Makoto-kun, aku, Fujiki Maka—menyukaimu.”
…… Uhm, tunggu sebentar. Pernyataan …… pernyataan cinta? P-pernyataan cinta?! M-mustahil …!! Fujiki-sensei menyatakan cintanya kepadaku?!
Enggak, enggak, tunggu sebentar, tenang. Tenanglah, aku. Dengarkan, Saiki Makoto, kau harus ingat. Alasanmu untuk tak menyukai ‘bu guru’. Benar, kau tak boleh melupakannya. Itu karena—
Ketika aku masih di TK, ada seorang bu guru yang sangat kusuka. Dia sangat cantik dan baunya sangat harum karena itulah aku selalu melekat padanya. Aku yang masih kecil membuat cincin dari bunga dan menghadiahkannya kepadanya. Aku mungkin melihatnya di TV, itu adalah sesuatu yang seharusnya menjadi ‘cincin pertunangan’, kurasa. Bu guru itu dengan senang hati menerima cincin tersebut dan memainkannya. Tapi—bu guru itu … beberapa hari kemudian, dia mengumumkan akan segera menikah … dan meninggalkan TK.
Wanita itu!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!
Kau sudah melakukannya! —adalah apa yang dipikirkan olehku kala itu, tapi itu meninggalkan bekas luka yang dalam. Tentu saja, aku sangat sadar bahwa dia tak bermaksud jahat tapi itu belum jelas bagiku yang masih bocah TK.
Kilas balik, selesai.
Sehabis itu—dari sekolah dasar ke sekolah menengah pertama, sambil aku perlahan-lahan tumbuh dewasa, aku belum berhasil menyingkirkan perasaan ini. Kau mungkin menyebutnya bahwa aku mewaspadai setiap bu guru. Dan itu semua karena trauma itu. Tidak, ini bukan trauma. Jujur saja, aku tidak membenci guru TK itu lagi. Peristiwa itu hanyalah pemicunya—tapi kecemasanku soal bu guru itu memang benar.
Begitulah, aku menjadi siswa SMA dan bahkan di tahun keduaku—aku masih tak suka ‘bu guru’.
Walau begitu—walau aku mengatakan itu, seorang bu guru menyatakan cintanya kepadaku.
Pada waktu itu di musim semi di mana bunga sakura yang jatuh melambangkan tahun ajaran baru. Sehabis sekolah, aku dipanggil ke ruang kelas tertentu. Orang yang memanggilku tidak lain adalah guru bahasa Inggris-ku, Fujiki Maka-sensei.
Aneh, aku tak ingat memberinya alasan untuk memanggilku ke sini. Memikirkannya … betul, memikirkannya! Mendadak! Mendadak dia menyatakan cintanya kepadaku! Orang yang tak suka dengan bu guru diungkapkan perasaannya oleh seorang bu guru?!
“Kau sepertinya sangat terkejut, Saigi-kun. Yah, aku mengerti itu.”
Orang yang bersangkutan berbicara omong kosong.
Fujiki-sensei—menyukaiku? Kalau aku ingat betul, dia menjadi guru di usia dua puluhan sedangkan aku adalah murid kelas 2A. Ketika kubilang usia dua puluhan, dia seharusnya sekitar 24 atau 25, kurasa. Itu menjadikannya sekitar 7 tahun lebih tua dariku.
Dia sepertinya tak memakai banyak make-up, kecantikan alami. Rambut coklat alami terjuntai di punggungnya dan telinganya nyaris tak terlihat. Pakaian luarnya berwarna biru gelap dan dia mengenakan rok mini ketat. Kaki rampingnya yang membentang dari rok mini itu lumayan populer di lingkungan sekolah. Saat ini, dia berdiri di depan jendela di ruang kelas. Kau mungkin bisa melukisnya dan menjualnya sebagai karya seni.
“Aku bisa mengerti bahwa kau mungkin meragukanku. ‘Kenapa siswa yang membosankan sepertiku bisa menerima pernyataan cinta’—sesuatu seperti itu, kan?”
“…………….”
Walaupun aku tak bisa menolak kenyataan bahwa aku bukan siswa SMA yang populer, haruskah seorang guru mengatakan hal seperti itu kepada muridnya?
“…… dan apa yang kaulakukan?!”
“Fu, aku tak tahu soal itu.” Dia tertawa sinis ketika dia mendekatiku.
Dengan gerakan cepat, dia membuka kancing blus putihnya!
U-uwa …. L-lembah …! P-payudaranya! Kulitnya, sangat putih itu mengejutkan … dan terlihat sangat lembut …! Ini mungkin bukan kali pertama dalam hidupku aku melihat belahan dada seperti ini tapi ini adalah payudara guru tercantik di seluruh sekolah ini …!
“B-bagaimana? Aku percaya diri dari segi ukuran dan bentuk, lho? Ah, hei, jangan terangsang!”
“Jadi boleh saja kalau aku tidak terangsang?!” Memang benar bahwa aku mungkin memikirkan sesuatu yang nakal tetapi aku jelas tak bisa disalahkan dalam situasi ini!
Diserang dari jarak ini, aku bahkan bisa melihat branya! Seperti yang kuharapkan dari orang dewasa; pakaian dalam yang simpel tapi erotis ….
“Omong-omong, Saigi-kun.”
“A-apa?”
“Bergantung pada jawabanmu, payudara ini mungkin menjadi milikmu yang bisa digunakan sesukamu …?” Dia mungkin terkekeh tetapi pipinya sedikit merona.
Dia hanya bisa bilang jika dia malu …. Katakan saja, apakah hal seperti itu bisa terjadi? Orang dewasa malu-malu karena anak lelaki sepertiku?
“Enggak, enggak, bukankah ini agak aneh?! Pernyataan cinta … apa Sensei serius soal itu?!”
“Aku tidak akan menyatakan cinta kepadamu kalau cuma bergurau. Tetap saja, itu adalah pernyataan cinta pertamaku …… siapa sangka bahwa kau akan menjadi pertamaku ….”
“Uhm ….” Bisakah kau tidak mengucapkan kalimat yang menyesatkan seperti itu ketika kau mengitari payudaramu tepat di depanku?!
Aku tahu bahwa aku harus mengalihkan pandanganku, tapi aku masih anak yang sedang puber sehingga mungkin agak berlebihan, benar kan? Tetap saja, itu adalah pernyataan cinta pertamanya, huh. Aku percaya bahwa kalau kau secantik ini, kau hanya menerima pernyataan cinta!
Tidak, tunggu. Biarpun aku percaya padanya, sekarang bagaimana? Haruskah aku percaya pernyataan cintanya secara keseluruhan?
Benar, tidak mungkin ‘bunga yang tak bisa diperoleh’ akan menyatakan cintanya kepadaku. Mengesampingkan para murid cowok, dia bahkan lebih populer dengan kolega-koleganya. Dia bukan cuma cantik, tetapi juga guru yang sangat dikagumi. Masih berusia dua puluhan, pelajarannya sangat mudah dimengerti. Entah dia berada di ruang kelas, lorong, ruang guru atau berjalan saja, itu tampak mirip adegan dalam lukisan. Walau begitu, tak ada yang berani maju.
Bukankah kalian semua cuma pengecut? —adalah sesuatu yang sering kupikirkan, tapi sepertinya aku tak bisa paham alasan mereka. Dia sangat cantik sehingga sulit untuk mendekatinya. Tentu saja, aku tak pernah berpikir untuk mendekatinya. Maksudku, dia guru yang cantik … seorang guru, tahu? Memang sih, ketimbang guru-guru lain yang lebih agresif, atau mereka yang hanya berceloteh soal masalah mereka ketika membuka mulut, dia adalah masalah yang jauh lebih besar. Dalam arti tertentu, yang lain tidak punya sisi lain. Seperti yang kautahu, secara keseluruhan itu buruk. Kalau saja aku memperhatikan mereka, tak ada yang perlu ditakutkan.
Namun, apa yang harus kulakukan terhadapnya? Apa yang akan terjadi kalau aku dengan ceroboh mendekatinya? Karena itu, aku harus menjaga jarak darinya, apa pun yang terjadi. Biarpun dia adalah guru homeroom-ku, aku hanya bisa meminimalkan kontak dengannya. Paling tidak, itulah yang telah kulakukan sampai saat ini tapi ….
Hari ini, aku secara khusus dipanggil ke sini. Bagaimana menurutmu?
“Kau jadi diam, begitu. Yah, mungkin aku bisa mencoba sedikit lebih keras … tapi jangan bilang, kau lebih suka kancut ketimbang payudara …?!”
“Aku bukan anggota dari fetish mana pun!”
Jangan menyentuh rokmu! Tanganmu!!!
Kendati dia seharusnya menjadi bunga yang tak bisa diperoleh, kau terus menunjukkan padaku hal-hal yang seharusnya tak bisa kulihat begitu saja!
“T-tentu saja … bergantung pada jawabanmu, aku bahkan mungkin memberimu bagian dari pakaian dalamku sebagai hadiah … kau tahu?”
“Meskipun aku menerima sesuatu seperti itu ….”
Aku juga merasa bahwa itu bukan masalah utamanya.
“Fu, kau benar-benar keras kepala, Saigi-kun. Aku bahkan memilih ruangan sepi ini sehingga aku bisa merayumu sedikit untuk memastikan bahwa kau akan memberikan jawaban positif ….. Kasar sekali.”
“Jadi, pertanyaan soal siapa yang kasar itu tidak tergabung dalam percakapan ini?”
Apa Sensei menganggapku orang bodoh? Yah, aku memang bodoh, kurasa.
Selagi dia mendesah pasrah, dia masih mendekat.
A-apa? Mau bertengkar? Aku akan bicara terang-terangan tapi aku cukup lemah. Aku bahkan tak percaya diri bahwa aku bisa menang melawan seorang perempuan.
“Oke, oke, jangan waspada begitu. Aku takkan memakanmu.”
“Eh—”
Dengan satu dorongan, dia mendorongku ke kursi terdekat.
“Ahh, aku merasa sangat tenang.”
“……! Tapi, aku sama sekali tidak merasa tenang?!”
Tepat ketika aku bertanya-tanya apa yang akan dia lakukan, dia menekan payudaranya ke kepalaku.
Payudaranya …! Payudaranya …! Payudaranya membentur kepalaku, membentur mukaku!
“D-dadamu membenturku, Sensei!”
“Apa? Kalau kau tidak bilang dengan keras dan jelas, aku takkan tahu apa maksudmu.”
“Bendamu menekanku!” Apa yang dia katakan sambil dia hanya terkekeh sendiri!?
“Kau bisa tetap seperti ini ketika kau menjawab … atau kau lebih suka kalau aku membuatmu berdiri saat kau menjawabku?”
“T-tapi, Fujiki-sensei bukan tipe orang yang melakukan itu?”
Dan, aku juga bukan seorang masokhis.
“Omong-omong, Saigi-kun, Kawarasaki-sensei membiarkan para muridnya berdiri selama seluruh pelajarannya kalau mereka tidak bisa menjawab pertanyaan.”
“Aku tak paham alasan untuk itu … kecuali, dia mungkin ingin memiliki perasaan superioritas.”
Memberi guru-guru jawaban yang memberontak adalah sesuatu seperti sifat buruk karakterku.
Orang yang bernama Kawarasaki-sensei ini adalah salah satu dari guru jahat yang meminta jawaban mustahil kepada para murid, sebagai semacam hobi buruk.
“Mungkin sangat pintar untuk tetap diam. Paling tidak, kebanyakan muridku melakukan itu.”
“Aku bukan orang bodoh yang akan mengangkat tinjuku. Aku lebih suka diam.” Meskipun, mungkin ada banyak siswa yang takkan menahan diri melawan Kawarasaki-sensei.
“Tetap saja, melawan gurumu itu hal yang tidak disarankan. Tak masalah dengan Kawarasaki-sensei tapi aku tidak mau kau melakukan itu padaku. Aku harus memberi Saiki-kun-ku yang nakal ini hukuman.”
“Eh? Hukuman …… ap-?!”
KECUP
Bunyinya seperti itu. Bunyi yang pastinya tak boleh didengar dalam situasi ini. Dan, perasaan lembut tersisa di pipiku. Pertama payudaranya dan sekarang ini …… hei!
“Apa yang kaulakukan, Fujiki-sensei?!”
“Ciuman.”
“Jangan menjawab dengan wajah malu-malu! Kenapa ciuman?!”
“Seharusnya tidak apa-apa untuk mencium cowok yang kusuka, kan. Aku takkan melakukan itu dengan seseorang yang tak kusuka.”
“Aku bukan cowok yang kausuka tapi muridmu, kan?!”
“Kau tidak perlu terangsang hanya karena aku mencium pipimu. Ini, hukuman lain.”
KECUP KECUP
O-orang ini … dia melakukannya dua kali lagi …!
“Tapi, dengan ini kau mestinya mengerti, kan? Kita bukan di Amerika dan aku tak cuma mencium seorang cowok yang tak kusukai. Pernyataan cintaku ini benar adanya, paham?”
“………….”
Untuk orang dewasa, hal seperti ini mungkin hal yang normal. Maksudku, aku tak familier dengan dunia orang dewasa, tahu? Memikirkan hal itu sangat menenangkan.
“Ahh, benar juga. Kita sudah berciuman, jadi panggil aku ‘Maka-sensei’. Tenang saja, banyak siswa lain juga memanggilku seperti itu, jadi tak ada yang akan menganggapnya aneh. Sekarang, ulangi setelah aku, ‘Maka-sensei’.”
“…….”
“Sepertinya kau masih butuh hukuman—”
“Maka-sensei. Oke, aku akan memanggilmu Maka-sensei!”
Kalau dia begini terus, aku akan sangat bahagia—tidak, hanya bermasalah!
Mengesampingkan kenyataan itu akan bermasalah, kalau aku bisa dibebaskan dari ini, aku dengan senang hati akan memilih opsi itu.
Sungguh, kenapa ini terjadi? —batinku.
Aku akan bicara terang-terangan, tapi nilaiku rata-rata, seperti kemampuan atletik dan penampilanku. Aku juga bukan yang tertinggi dari para cowok. Aku tak mau menyebut diriku seorang idiot, tapi aku hanya seorang anak SMA yang dapat temukan di mana saja.
Itu berarti—yep, pasti begitu.
Jujur saja, menurutku itu aneh. Untuk guru cantik seperti dia menyatakan cinta kepada murid biasa dan membosankan seperti aku—
“Mana mungkin itu akan terjadi begitu saja! Apa yang Sensei rencanakan?”
“Eh, eh?” Tampaknya terkejut karena amarah mendadakku, dia pun mundur selangkah.
“Sensei, kau mestinya tahu statusmu di sekolah ini. Agak memalukan untuk mengatakannya secara lantang tapi kau disebut ‘bunga yang tak bisa diperoleh’. Kenapa kau menyatakan cintamu kepada seorang murid—”
“Aku jelas bukan bunga yang tak bisa diperoleh—kau mestinya sadar akan hal itu, kan?”
“…….”
Seperti katanya.
Aku mungkin satu-satunya di seluruh sekolah yang tahu bahwa dia jelas bukan bunga yang tak bisa diperoleh. Dia menanggalkan bajunya, mencium pipiku dan sebagainya. Dan, dia tahu … bahwa aku tahu? Huh? Kenapa?
“Wanita punya rahasia tapi Saigi-kun membenci itu, kan?”
Jadi dia sudah tahu hal yang kusuka dan tak kusuka ….
“Tapi, ini jelas bukan soal rahasia Sensei.”
Betul, pembicaraan itu melayang ke arah yang salah.
“…. Memang benar aku seorang guru, dan kau seorang pelajar. Aku seorang dewasa, dan kau masih di bawah umur.”
Kenapa bagian ‘nyata’ itu ada di sana?
“Aku memang menyukaimu tapi—iya, kalau Saigi-kun menerima, aku akan gagal sebagai guru.”
“Eh? Yah, begitulah ….”
Meskipun dia adalah orang yang menyatakan cinta, itulah yang dikatakan guru cantik ini.
“Itu sebabnya, kalau Saigi-kun menerima, aku akan mengundurkan diri sebagai guru dan menebusnya selama aku hidup.”
“Apa?!”
“Mungkin aku akan menjadi biarawati … yaa, ada biara di dekat sini.”
“Yang benar saja!”
Ah, itu bukan bahasa formal. Tapi aku tak bisa menahan diri untuk tidak membalas! Setelah menyatakan cinta kepadaku, ini terdengar terlalu mencurigakan! Selain itu, kenapa dia melangkah terlalu jauh kalau aku menerimanya?! Aku tidak mengerti!
“Aku akan melatihmu untuk jatuh cinta kepadaku. Setelah selesai—itu akan menjadi perpisahan kita!”
“Jadi kau mau dengan itu?!”
Aku menyerah! Aku tak paham apa pun! Yah, itu memang masalah pada awalnya, tapi tetap saja!
“Boleh saja. Aku tidak peduli dengan hasilnya. Hanya, aku ingin mengajarimu sambil memiliki perasaan ini. Jadi, sebaiknya kau persiapkan diri, Saigi-kun.”
“Uh ….”
Dia mendekatiku, membungkuk dan menatapku dengan mata menengadah.
Ugh … untuk orang dewasa, dia sangat imut.
Ada banyak orang yang bisa dikatakan cantik atau indah, tapi ketika dia menatapku dengan senyum tak terkalahkan itu, dia menunjukkan keimutan yang aneh kepadaku ……!
“Tidak apa-apa, perasaanku padamu itu nyata. Aku yakin kau akan bisa merasakan hal yang sama cepat atau lambat.”
“… Sensei sangat aneh tapi jangan menarikku ke dalam hal ini.”
“Jangan cemas, kita punya waktu. Aku akan membesarkanmu, dari seorang ‘murid biasa’ menjadi seorang ‘murid yang mencintaiku’ ……!”
Bibirnya tersenyum tetapi matanya sangat serius. Sangat berbeda dari guru itu ketika aku masih TK. Ketika aku menyatakan cinta kepadanya, matanya juga tersenyum.
Dan juga, dengan asumsi bahwa dia serius, bagaimana dia berencana untuk melatihku …?
Buruk … buruk sekali …. Aku menjaga jarak dari ‘bu guru’ tapi pertanyaan itu kini masih muncul di benakku. Mungkin karena usianya tidak jauh dariku, aku secara tak sadar memperlakukannya sebagai sesuatu yang istimewa. Payudaranya, jemarinya yang ramping mengangkat roknya, mana mungkin aku tak bisa memperhatikan itu!
Cinta, pelajaran spesial, mengundurkan diri sebagai guru kalau aku menyatakan cinta kepadanya, dia terus mengucapkan semua topik aneh ini kepadaku. Matanya yang serius menyebabkan gangguan dalam diriku.
Aku seharusnya tak menerima semua ini tapi detak jantungku tak mau melambat.
Gawat. ‘Pelatihan’-nya mungkin sudah dimulai ….
Ini——adalah prolog dari Sensei dan aku. Di ruangan sepi ini, segalanya dimulai, jelas dan tenang.[]
0 Comments:
Posting Komentar