Bab 1 Nona di Penjara
Suara perayaan dari luar.
(Bersorak… Ayah, Ibu… Kakak…)
Seorang gadis di sel penjara menggertakkan giginya dan menggigit bibirnya. Gadis itu mengerti arti sorakan itu.
Orangtua dan kakaknya dieksekusi.
Nama gadis itu adalah Emilia Fil Salbuveir, putri Marquis Salbuveir. Beberapa saat lalu, Emilia dulu tunangan Altos Gail Filgurt, putra mahkota Kekaisaran Fildmerk. “Dulu” karena pertunangannya telah rusak, prosesnya juga cukup mengerikan. Putra Mahkota Altos menyatakan cintanya pada putri Viscount Margorg, Linea, dan menolak Emilia sebagai hasilnya. Apa yang dilakukan Putra Mahkota Altos selanjutnya dapat dikatakan sesuai dengan darah yang mengalir di nadinya, kala ia memanfaatkan musuh politik keluarga Salbuveir dan menuduh keluarga berkhianat terhadap kekaisaran. Akibatnya, seluruh keluarga dan pengikut mereka dieksekusi.
Tentu saja, keluarga Salbuveir tidak bersalah, tapi semua orang penting percaya bahwa itu adalah fakta. Faksi musuh politik keluarga Salbuveir mengarang banyak bukti pengkhianatan mereka.
Kejahatan-kejahatan mereka jelas sekali, jadi tak ada artinya memohon agar keluarga Salbuveir tidak bersalah.
Kaisar Altonius II juga memilih untuk memenggal keluarga Salbuveir daripada melindungi mereka, jadi ia dengan cepat memutuskan hukuman mati dengan eksekusi.
Pertama, pengikut keluarganya…
Lalu, kerabatnya …
Dan terakhir, orangtua dan kakaknya…
Mereka semua dikirim pada mimbar eksekusi. Bahkan ada anak-anak dan bayi di antara mereka, tapi mereka tidak menunjukkan belas kasihan. Pesta berdarah ini telah memikat orang-orang di Ibukota Kekaisaran. Keluarga Salbuveir jelas bukan orang jahat, tapi mereka memegang kekuasaan paling besar setelah keluarga kekaisaran, jadi orang-orang hanya iri dengan kemuliaan mereka.
Rakyat jelata tidak memikirkan keluarga kekaisaran yang berada di atas keluarga Salbuveir dan menyalahkan kehidupan mereka yang sulit dan kemiskinan pada mereka. Akan lebih baik jika kekhawatiran mereka terselesaikan dengan ini.
(Negara ini benar-benar busuk, bukan…)
Mata Emilia tidak meneteskan air mata. Tahap meneteskan air mata sudah berlalu. Meskipun tak ada yang berbuat sebanyak kekaisaran untuk keluarga Salbuveir, mereka diumpat oleh semua orang dan hati Emilia sudah hancur di bawah semua cemoohan.
“Aku akan membalas dendam pada semua orang yang tinggal di negara ini!!”
Mata Emilia dipenuhi kebencian. Api balas dendam bagi mereka yang telah merampas semua orang yang dicintainya bangkit dalam dirinya.
Tuk… tuk…
Suara langkah kaki seseorang bergema di telinga Emilia. Mereka datang padanya.
(Bajingan busuk muncul, ya.)
Emilia mengalihkan pandangannya ke pintu sel. Dia tersenyum sinis.
“Hou… tak kusangka kau takkan menunjukkan air mata.”
Di sana, wajah mantan tunangannya, Putra Mahkota Altos, muncul. Penampilan Altos dapat dianggap sangat tampan. Tapi, tidak bisa jatuh cinta dengan keburukan hati dan jiwanya.
“Meskipun keluargamu baru dieksekusi. Seperti yang kuduga, kau adalah wanita seperti itu.”
Suara Altos penuh ejekan pada Emilia. Rombongan di belakangnya juga mengejek Emilia.
“Kau tidak bisa menyesali ini nanti, tahu?”
Emilia menyatakan dengan bermartabat. Kata-katanya segera membawa ketidaknyamanan bagi Altos dan rombongannya.
“Diam!! Kau hanya keluarga pengkhianat!!”
“Bagaimana kau bisa berbicara seperti itu kepada Putra Mahkota!!”
“Selain itu, kau hanya…”
Lingkungan sekitar mencemooh dan mencaci maki untuk memadamkan amarah Altos. Altos mengangkat tangannya untuk mengendalikan rombongan.
“Bukankah ini baik-baik saja? Mendengarkan omelan seorang pecundang bisa dianggap lucu. Lagi pula orang ini akan dieksekusi besok pagi.”
Altos berbicara kepada Emilia dengan senyum melengkung.
“Sekarang, apa yang ingin kaukatakan? Ucapan gegabah macam apa yang ingin kausampaikan padaku?”
Merasakan niat Altos, para pengikutnya mulai menyeringai. Altos dan rombongannya ingin menertawakan Emilia yang menjerit dan menampar mereka dengan umpatan.
Tidak peduli umpatan apa yang dia bicarakan, semuanya hanya akan menggerutu pada seorang pecundang yang tidak berbahaya.
Tidak peduli bagaimana binatang buas mengaum di kandang, mereka bisa mengejek sesuka mereka selama keamanan mereka terjamin.
“Fufufu, bodoh sekali.”
Altos dan rombongannya bingung dengan perkataan Emilia. Matanya jelas terbakar dengan kebencian. Tapi, sikapnya tidak sesuai dengan pandangannya. Altos dan rombongannya tidak bisa menghilangkan ketidakseimbangan ini.
“Apakah kaupikir semua akan berakhir dengan kematianku?”
“Apa?”
“Apakah kaupikir kami toleran?”
“Apa maksudmu?”
“Fufufu, kau akan mengerti setelah eksekusiku.” Ucap Emilia dan tertawa pelan. Tawanya jelas-jelas mengancam. Tidak, itu sendiri merupakan ancaman.
“Kau!!”
Salah satu pengikut berteriak dan menghunus pedangnya.
“Ya ampun, betapa tidak sabarnya dirimu. Sepertinya kau tak bisa menunggu sampai eksekusiku?”
“Hentikan, Leon!!”
Altos mengendalikan pengikutnya dan merengut pada Emilia.
“Emilia, apa yang kaurencanakan?”
Emilia menyeringai pada perkataan Altos.
“Tentu saja, membalas dendam pada setiap orang di negara ini.”
“Apa katamu?”
“Ya ampun, apakah itu sulit untuk dipahami? Ketika sebuah keluarga didakwa dengan tuduhan palsu, bukankah normal bagi mereka untuk membalas dendam?”
“Kau bajingan, apakah kau mungkin benar-benar mengkhianati kekaisaran…”
Emilia menggelengkan kepalanya perlahan untuk membalas perkataan Altos.
“Fufufu, kami tidak perlu bergantung pada negara lain.”
Perkataan Emilia dipenuhi dengan misteri seperti biasa. Ini membawa ketidaknyamanan tak berujung untuk Altos. Jauh di lubuk hatinya, rasa takut mulai tumbuh.
“Aku menantikan hari esok.”
Senyum Emilia memaksa Altos untuk menelan ludah.
0 Comments:
Posting Komentar